
Tim kuasa hukum Rahmadi, M Ronal Siahaan.
Alinea – Kuasa Hukum Aktivis Tanjungbalai, Rahmadi, kembali menyoroti kejanggalan proses penanganan laporan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polisi dari Ditresnarkoba Polda Sumut. M. Ronal Siahaan, selaku kuasa hukum, menyayangkan sikap Propam Polda Sumut yang dinilai tidak memberikan sanksi tegas terhadap oknum Kompol DK, yang diduga melakukan tindakan penuh penyiksaan saat penangkapan Rahmadi.
Kekecewaan Ronald semakin menguat setelah mencuatnya kasus pencopotan Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Julihan Muntaha, yang terseret dugaan pemerasan terhadap anggota personel bermasalah di lingkungan Propam. Tidak hanya dia, Kasubbid Paminal Propam Kompol Agustinus Chandra Pietama juga dicopot dalam kasus yang sama.
“Jika pimpinan Propam saja terlibat kasus pemerasan, bagaimana kami bisa percaya bahwa laporan kami ditangani secara objektif? Dugaan kami, kasus Rahmadi juga tidak ditangani secara profesional,” tegas Ronal, Senin(1/12/2025).
Menurut Ronal, Sanksi Putusan banding etik harusnya lebih berat daripada putusan sebelumnya, seperti pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Kompol DK yang menjabat sebagai Kanit 1 Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut seharusnya menerima sanksi jauh lebih berat dari pada sekadar demosi tiga tahun, mengingat tindakan penganiayaan terhadap Rahmadi terekam jelas melalui CCTV sebuah toko.
Dalam rekaman tersebut, Rahmadi yang dituduh memiliki 10 gram narkoba tampak diinjak, dipukul dengan gagang pistol, hingga wajah dan tubuhnya mengalami lebam serius.
“Tindakan brutal ini jelas melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Penyalahgunaan wewenang juga sudah diatur dalam Pasal 17 dan 18 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” ujar Ronal.
Ia juga mengingatkan bahwa Perkapolri No. 8 Tahun 2009 secara tegas melarang penyiksaan, tindakan tidak manusiawi, dan penggunaan kekerasan yang berlebihan.
“Seharusnya Kompol DK beserta personil lain dikenai PTDH, bukan hanya demosi. Ini bentuk nyata pelanggaran etik berat,” tegasnya.
Di sisi lain, Rahmadi kini telah diputus di Pengadilan Negeri Tanjungbalai dengan tuntutan 5 tahun penjara.
Hal inilah yang kini sedang menjadi materi banding di Pengadilan Tinggi Medan oleh tim kuasa hukum M. Ronal Siahaan & Partners.
Mereka juga mempertanyakan laporan mengenai dugaan pencurian uang dari mobile banking Rahmadi oleh oknum yang terlibat dalam penangkapan.
Desak Divpropam Mabes Polri Turun Tangan
Ronal menilai, pola penanganan Propam Polda Sumut terhadap kasus Rahmadi terlalu banyak kejanggalan dan berpotensi tidak objektif, terutama setelah mencuatnya skandal pemerasan yang menyeret Kabid Propam.
“Faktanya, Kabid Propam yang menangani laporan kami ternyata terlibat kasus pemerasan terhadap personel bermasalah. Bagaimana kami bisa tidak menduga adanya permainan dalam laporan kami?” ujar Ronal.
Ia menegaskan bahwa kasus penganiayaan Rahmadi bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi berpotensi kuat melanggar HAM, mengingat tindakan kekerasan yang terekam CCTV dan dugaan kriminalisasi saat penangkapan.
“Kami mendesak Divpropam Mabes Polri dan Kapolri turun langsung menangani kasus ini. Sudah kami ajukan laporan pelanggaran kode etik, dan kami berharap pusat mengambil alih kasus yang penuh tanda tanya ini,” kata Ronal menutup pernyataannya. (Abi)