
Betti Br Ginting, salah seorang pedagang sayur di pasar Kabanjahe.
Alinea – Di antara padatnya aktivitas Pasar Kabanjahe, sosok Betti Br Ginting selalu tampak sibuk dari pagi hingga sore. Selama lebih dari dua dekade, ibu tiga anak ini menjadikan kios sayurnya sebagai sumber kekuatan untuk menopang keluarga sekaligus membuktikan bahwa ketekunan mampu membuka jalan di tengah keterbatasan.
Dalam siaran pers yang diterima wartawan di Medan, Jumat (21/11/2025), disebutkan bahwa semangat Betti berawal dari kondisi ekonomi keluarga yang kian menantang. Pendapatan suaminya sebagai petani tak lagi memadai untuk biaya hidup dan pendidikan anak-anak. Situasi itu mendorongnya memulai usaha kecil-kecilan sebagai pedagang kaki lima.
“Suami saya bekerja sebagai petani, waktu itu penghasilan tidak mencukupi karena anak-anak semakin besar, butuh tambahan untuk biaya sekolah. Akhirnya saya mencoba jualan sayur, dulunya hanya kaki lima. Lalu sekarang sudah punya kios sendiri di Pasar Kabanjahe,” ceritanya.
Kini, rutinitas Betti dimulai sejak matahari terbit. Dari pukul 07.00 sampai 15.00 WIB ia melayani pelanggan di kiosnya. Setelah pasar tutup, pekerjaannya belum selesai ia masih harus mengambil stok sayuran dari distributor untuk persiapan hari berikutnya. Ritme tersebut membentuknya menjadi sosok yang pantang menyerah dan konsisten berusaha demi masa depan keluarga.
Namun beban biaya pendidikan anak-anak yang beranjak sekolah dan kuliah membuat pemasukan dari jualan sayur tak lagi cukup. Di tengah kebingungan itulah ia bertemu peluang baru di Teras BRI Pasar Kabanjahe.
“Kalau di pasar itu kan ada Teras BRI. Dari situ saya suka cerita-cerita sama pegawai BRI tentang kesulitan keuangan. Akhirnya saya ditawari pegawai BRI kalau ada pinjaman tanpa agunan. Syaratnya juga mudah, cuma KTP dan KK saja… Setelah itu langsung diproses dan minggu itu pencairan juga,” ungkap Betti.
Melalui produk KECE (Kredit Cepat) BRI untuk pelaku ultra mikro, Betti menerima pinjaman pertama sebesar Rp5 juta — tanpa potongan apa pun. Modal itu ia putar kembali untuk menambah stok dagangan dan memperkuat perputaran usaha.
“Enaknya di BRI ini cicilannya ringan. Saya bisa nabung setiap hari buat bayar cicilan, kadang Rp50 ribu, kadang Rp100 ribu, tergantung jualan. Waktu jatuh tempo tinggal mengurangi dari yang sudah ditabung. Jadi tidak memberatkan,” jelasnya.
Berbekal keberanian yang sama, Betti kemudian mencoba merintis usaha rumahan. Setiap malam setelah pulang dari pasar, ia memproduksi keripik pisang, keripik ubi, hingga kue bawang berbahan ubi ungu dan kentang. Ia memimpikan usaha UMKM ini dapat berkembang lebih besar saat anak-anaknya sudah mandiri.
“Saya berharap nanti bisa fokus di UMKM ini. Modalnya juga saya dapat dari pinjaman BRI, dan beberapa kali kalau BRI ada acara, saya dikasih stan untuk berjualan,” ujarnya.
Secara terpisah, Donny Cahyono, Branch Manager BRI BO Kabanjahe, menyampaikan bahwa pembiayaan Ultra Mikro menjadi salah satu pilar penting dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menurutnya, kisah-kisah seperti yang dialami Betti menunjukkan bahwa akses pembiayaan yang benar-benar berpihak pada rakyat kecil mampu mendorong pelaku usaha naik kelas.
“Kuncinya pada pembiayaan dan pendampingan yang tepat, sehingga pelaku usaha bisa berdaya dan naik kelas. Kisah Betti menjadi bukti nyata bahwa pembiayaan ultra mikro dapat menjadi solusi dan pendorong ekonomi masyarakat, khususnya di wilayah Kabanjahe,” tegas Donny.
Kisah Betti Br Ginting bukan hanya tentang perjuangan seorang pedagang sayur, tetapi juga tentang bagaimana kesempatan yang tepat dapat membuka jalan bagi mimpi-mimpi sederhana: pendidikan anak-anak yang terjamin, usaha yang berkembang, dan kehidupan keluarga yang lebih sejahtera. (Abi)