![]()
Tim kuasa hukum Rahmadi.
Alinea – Mantan Kepala Unit I Subdit III Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sumatera Utara, Kompol Dedi Kurnaiawan (DK), resmi dijatuhi sanksi demosi jabatan selama tiga tahun. Ia dinyatakan melanggar etik dalam perkara dugaan penganiayaan terhadap warga Tanjungbalai, Rahmadi.
Sidang etik digelar tertutup di Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Sumut, Rabu (29/10/2025). Majelis etik menghadirkan sejumlah saksi dari internal kepolisian, di antaranya Ipda Victor Topan Ginting dan penyidik N. Lubis. Turut hadir pula tim kuasa hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan dan Thomas Tarigan, yang memantau jalannya persidangan.
Putusan dan Respons Polisi
Dari informasi yang diterima, majelis etik memutuskan menjatuhkan hukuman demosi jabatan terhadap Kompol DK. Kabidpropam Polda Sumut, Kombes Julihan Muntaha, belum memberikan keterangan resmi.
Namun Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sumut, AKBP Siti Rohani Tampubolon, membenarkan adanya sanksi tersebut. “Iya, benar. Dia (Kompol DK) banding,” kata Siti melalui pesan WhatsApp.
Kuasa Hukum Beberkan Dugaan Penyimpangan
Kuasa hukum Rahmadi, Umar Tarigan, menyampaikan dalam sidang bahwa pihaknya telah menguraikan secara rinci dugaan pelanggaran yang dilakukan Kompol DK sejak awal penangkapan hingga penyitaan barang bukti.
“Kami hadir untuk memberikan keterangan atas laporan yang sudah kami ajukan ke Propam,” ujar Umar.
Ia mengungkapkan, dalam proses penyidikan terjadi sejumlah kejanggalan, termasuk hilangnya uang Rp11,2 juta dari rekening Rahmadi setelah ponselnya disita polisi. Selain itu, Rahmadi dan dua saksi lain — Andre Yusnijar serta Ardiansyah Saragih alias Lombek — yang bersaksi secara virtual dari Lapas Tanjungbalai, menyebut berat sabu-sabu yang disita sebenarnya 70 gram, bukan 60 gram seperti tertulis dalam berkas perkara.
Menurut Umar, selisih 10 gram sabu-sabu itu diduga dialihkan untuk menjerat kliennya.
“Rahmadi juga menegaskan sabu itu tidak ditemukan di badannya, melainkan di mobil yang sebelumnya sudah dikuasai petugas,” kata Umar.
Ia menambahkan, penyitaan ponsel Rahmadi dilakukan tanpa surat resmi dan tanpa hasil analisis digital forensik. Tak lama setelah itu, uang dalam rekening Rahmadi berpindah ke rekening seorang perempuan berinisial Boru Purba. Dugaan aliran dana tersebut kini tengah diselidiki oleh Ditreskrimum Polda Sumut.
Sidang Etik Berlangsung Tegang
Suasana sidang sempat memanas ketika Ipda Victor Topan Ginting dan N. Lubis terlibat adu argumen soal tanda tangan berita acara penyerahan barang bukti. Majelis etik akhirnya turun tangan untuk meredam ketegangan.
Desakan Keadilan dari Pihak Rahmadi
Kuasa hukum Rahmadi menilai sanksi demosi bukanlah akhir dari perjuangan kliennya.
“Kami ingin keadilan ditegakkan secara utuh, bukan hanya berhenti pada sanksi administratif,” tegas Umar.
Ia menilai kasus ini menjadi ujian bagi komitmen Polri dalam menegakkan etika dan profesionalisme di internalnya. “Publik menunggu bukti nyata bahwa penegakan etik di tubuh Polri bukan sekadar formalitas, tetapi benar-benar berpihak pada kebenaran,” katanya.
Awal Mula Kasus
Kasus ini bermula dari penangkapan Rahmadi, warga Jalan SMU Negeri 3, Kelurahan Gading, Kecamatan Datuk Bandar, Tanjungbalai, pada Senin malam, 3 Maret 2025. Dalam operasi yang dipimpin langsung Kompol DK, Rahmadi diduga dianiaya oleh sejumlah anggota kepolisian.
Rekaman CCTV yang memperlihatkan dugaan kekerasan itu sempat viral di media sosial dan menuai kecaman publik. Saat penangkapan, petugas tidak menemukan sabu-sabu di tubuh Rahmadi. Namun kemudian muncul barang bukti 10 gram sabu-sabu yang diklaim ditemukan di mobil miliknya.
Kasus tersebut kini menjadi sorotan publik sebagai ujian transparansi penegakan hukum dan etik di tubuh Polri. (Abi)